manfaat yang didapatkan jika kita banyak membaca buku tentunya adalah mendapatkan pengetahuan. secara umum buku dapat membantu kita mendapatkan segala informasi yang dibutuhkan dan juga dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan teerkait dengan yang kita butuhkan. Buku sangat mudah kita dapatkan karena sekarang ini banyak toko-toko yang dibangun untuk membeerikan kemudahan bagi orang yang sangat menyenangi kegiatan membaca buku. Buku-buku itu tidak akan merubah posisi mereka menjadi salah satu media untuk mendapatkan informasi meskipun sakarang banyak sekali media dan fasilitas yang disediakan untuk mempermudah mendapatkan informasi misalnya internet. hingga kini buku masih berjaya dengan kedudukanya terbukti hingga kini masih banyak yang menggunakan buku sebagai sarana untuk mencari informasi dan meningkatkan pengetahuan.
Buku-buku tersebut memiliki keunikan tersendiri,salah satunya adalah manfaat memilki buku yaitu mudah dibawa pergi kemanapun kita pergi.sehingga ini menjadikan buku menjadi sangat simple,muat didalam tas dan setiap kita ingin membacanya kita dapat membukanya. Sayangnya buku tidak tahan dengan kurun waktu yang sangat lama,karena terkadang kertas-kertas yang digunakan sobek karena hewan-hewan kecil yang memakanya.tetapi hal ini dapat diatasi apabila kita merawatnya dengan baik dan benar,maka alhasil buku dapat tersimpan rapi dan bertahan cukup lama. so perbanyaklah membaca agar semakin buku yang kita baca semakin banyak pula pengetahuan yang kita miliki. dan sayangilah bukumu.
Lima manfaat luar biasa dari membaca yaitu:
1. Ilmu dan wawasan semakin bertambah ibarat air di lautan.
2. Dapat melihat segala sesuatu dengan bijaksana karena saya tahu bahwa dengan membaca buku, saya sedang menyelami pikiran orang lain
3. Merasa lebih termotivasi dan terinspirasi, terlebih lagi jika saya membaca buku-buku motivasi atau novel penuh dengan inspirasi
4. Dipenuhi oleh kata-kata. Saya merasa dengan membaca, perbendaharaan kata-kata saya semakin kaya. Dengan demikian saya lebih lancar saat menulis.
5. Dengan semakin membaca, maka saya semakin lancar menulis. Dengan semakin lancar menulis, maka saya pun semakin lancar berbicara.
Rabu, 17 November 2010
Corporate social responsibility
Corporate Social Responsibility (CSR) adalah komitmen yang berkesinambungan dari kalangan bisnis, untuk berperilaku secara etis dan memberi kontribusi bagi perkembangan ekonomi, seraya meningkatkan kualitas kehidupan dari karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya (CSR: Meeting Changing Expectations, 1999).
CRS atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, walau definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar, tantangan utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai dengan konteks Indonesia.
Berangkat dari pendirian tersebut, situs ini didedikasikan untuk membuka diskusi dan menyebarkan wacana CSR agar dipahami oleh lebih banyak lagi pihak: masyarakat sipil, perusahaan maupun pemerintah. Tujuannya adalah agar semua pihak dapat beranjak dari pemahaman yang memadai ketika berbicara tentang CSR, yaitu sebagai suatu wahana yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan pemahaman yang demikian, CSR tidak akan disalahgunakan hanya sebagai marketing gimmick untuk melakukan corporate greenwash atau pengelabuan citra perusahaan belaka.
Dalam situs ini dapat dibaca berbagai hal yang berkaitan dengan CSR, mulai dari konsep dasar hingga bagaimana CSR diaplikasikan oleh perusahaan di berbagai sektor. Situs ini juga mengundang Anda untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang CSR melalui ajang diskusi.
Bagi perusahaan-perusahaan yang berkehendak untuk melaksanakan CSR dengan sungguh-sungguh, situs ini menyediakan deskripsi layanan jasa yang dapat kami berikan untuk bersama-sama mencapai tujuan keberlanjutan.
Tantangan terhadap CSR
Namun, upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman, misalnya, mengritik konsep CSR, dengan argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah memaksimalkan keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal lain.
Ada juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial adalah karena memang ada keuntungan komersial di baliknya. Yaitu, mengangkat reputasi perusahaan di mata publik ataupun pemerintah. Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan dengan bukti nyata bahwa komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-main.
Manfaat dari CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi, tergantung pada sifat (nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara kuantitatif. Meskipun demikian, ada sejumlah besar literatur yang menunjukkan adanya korelasi antara kinerja sosial/lingkungan dengan kinerja finansial dari perusahaan.
CSR pada akhirnya akan menguntungkan perusahaan. Tetapi, tentu saja, perusahaan tidak diharapkan akan memperoleh imbalan finansial jangka pendek, ketika mereka menerapkan strategi CSR. Karena, memang bukan itu yang menjadi tujuannya.
CRS atau tanggung jawab sosial perusahaan saat ini telah menjadi konsep yang kerap kita dengar, walau definisinya sendiri masih menjadi perdebatan di antara para praktisi maupun akademisi. Sebagai sebuah konsep yang berasal dari luar, tantangan utamanya memang adalah memberikan pemaknaan yang sesuai dengan konteks Indonesia.
Berangkat dari pendirian tersebut, situs ini didedikasikan untuk membuka diskusi dan menyebarkan wacana CSR agar dipahami oleh lebih banyak lagi pihak: masyarakat sipil, perusahaan maupun pemerintah. Tujuannya adalah agar semua pihak dapat beranjak dari pemahaman yang memadai ketika berbicara tentang CSR, yaitu sebagai suatu wahana yang dapat dipergunakan untuk mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan. Dengan pemahaman yang demikian, CSR tidak akan disalahgunakan hanya sebagai marketing gimmick untuk melakukan corporate greenwash atau pengelabuan citra perusahaan belaka.
Dalam situs ini dapat dibaca berbagai hal yang berkaitan dengan CSR, mulai dari konsep dasar hingga bagaimana CSR diaplikasikan oleh perusahaan di berbagai sektor. Situs ini juga mengundang Anda untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman tentang CSR melalui ajang diskusi.
Bagi perusahaan-perusahaan yang berkehendak untuk melaksanakan CSR dengan sungguh-sungguh, situs ini menyediakan deskripsi layanan jasa yang dapat kami berikan untuk bersama-sama mencapai tujuan keberlanjutan.
Tantangan terhadap CSR
Namun, upaya penerapan CSR sendiri bukannya tanpa hambatan. Dari kalangan ekonom sendiri juga muncul reaksi sinis. Ekonom Milton Friedman, misalnya, mengritik konsep CSR, dengan argumen bahwa tujuan utama perusahaan pada hakikatnya adalah memaksimalkan keuntungan (returns) bagi pemilik saham, dengan mengorbankan hal-hal lain.
Ada juga kalangan yang beranggapan, satu-satunya alasan mengapa perusahaan mau melakukan proyek-proyek yang bersifat sosial adalah karena memang ada keuntungan komersial di baliknya. Yaitu, mengangkat reputasi perusahaan di mata publik ataupun pemerintah. Oleh karena itu, para pelaku bisnis harus menunjukkan dengan bukti nyata bahwa komitmen mereka untuk melaksanakan CSR bukanlah main-main.
Manfaat dari CSR itu sendiri terhadap pelaku bisnis juga bervariasi, tergantung pada sifat (nature) perusahaan bersangkutan, dan sulit diukur secara kuantitatif. Meskipun demikian, ada sejumlah besar literatur yang menunjukkan adanya korelasi antara kinerja sosial/lingkungan dengan kinerja finansial dari perusahaan.
CSR pada akhirnya akan menguntungkan perusahaan. Tetapi, tentu saja, perusahaan tidak diharapkan akan memperoleh imbalan finansial jangka pendek, ketika mereka menerapkan strategi CSR. Karena, memang bukan itu yang menjadi tujuannya.
Rabu, 27 Oktober 2010
Etika profesi
Etika merupakan suatu ilmu yang membahas perbuatan baik dan buruk manusia sejauh yang dapat dipahami oleh pikiran manusia. Dan etika profesi terdapat suatu kesadaran yang kuat untuk mengindahkan etika profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian profesi kepada masyarakat yang memerlukan. Tujuan profesi akuntansi adalah memenuhi tanggung-jawabnya dengan standar profesionalisme tertinggi, mencapai tingkat kinerja tertinggi, dengan orientasi kepada kepentingan publik.
seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses
pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi)
didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan kerja biasa
(occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan atau kekayaan materiil-duniawi Dua pendekatan untuk
mejelaskan pengertian profesi:
1. Pendekatan berdasarkan Definisi
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan
keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar
akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang
lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin
etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
2. Pendekatan
Berdasarkan Ciri
Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi
dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan
meneruskan pengetahuan profesional.
Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan tentang profesi
yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi. Secara umum ada 3 ciri
yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah:
- Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah
seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan
profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara,
pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi.
- Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin
meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun
pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan.
Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan
menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan konsultasi
bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.
- Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi
berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru,
pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat
dilakukan oleh seorang pakar permainan caturmisalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20
terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks
memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada
abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar
uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya
profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi.
Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah:
- Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status
profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau
sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya
harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat izin mengemudi. Namun memiliki SIM tidak berarti menjadikan
pemiliknya seorang pengemudi profesional. Banyak profesi tidak mengharuskan adanya lisensi resmi. Dosen di
perguruan tinggi tidak diwajibkan memiliki lisensi atau akta namun mereka diwajibkan memiliki syarat pendidikan,
misalnya sedikit-dikitnya bergelar magister atau yang lebih tinggi. Banyak akuntan bukanlah Certified Public Accountant
dan ilmuwan komputer tidak memiliki lisensi atau sertifikat.
- Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang mengklaim mewakili anggotanya. Ada kalanya
organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Organisasi profesi
bertujuan memajukan profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan kesejahteraan anggotanya
akan berarti organisasi profesi terlibat dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian
organisasi profesi semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya
pada kepentingan ekonomi anggotanya. Maka hadirin tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel
yang berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi pabrik yang terdisain dengan baik.
- Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya. Di berbagai profesi, seseorang
:: erwadi online ::
http://erwadi.polinpdg.ac.id Powered by Joomla! Generated: 28 November, 2006, 03:44
harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi profesional
bagi diri sendiri dapat menyebabkan ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi dokter untuk diri sendiri maka
hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan
teknologi yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. sepuluh ciri lain suatu profesi
(Nana 1997) :
- Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
- Memiliki keahlian/keterampilan tertentu
- Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
- Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
- Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama
- Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional
- Memiliki kode etik
- Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya
- Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
- Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya. Tiga Watak Profesional
Lebih lanjut Wignjosoebroto [1999] menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan
dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi) ialah
- bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang
digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;
- bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai
melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;
- bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral -- harus menundukkan diri pada
sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi
profesi. Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk
tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang
hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi
kesejahteraan umat manusia.
Kalau didalam peng-amal-an profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan,
maka hal itu semata hanya sekedar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan
berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja.
Siapakah atau kelompok sosial berkeahlian yang manakah yang bisa diklasifikasikan sebagai kaum profesional yang
seharusnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai kehormatan profesi dan statusnya yang sangat elitis itu? Apakah dalam
hal ini profesi keinsinyuran bisa juga diklasifikasikan sebagai bagian dari kelompok ini? Jawaban terhadap kedua
pertanyaan ini bisa mudah-sederhana, tetapi juga bisa sulit untuk dijawab. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan berbagai
macam persoalan, praktek nyata, maupun penyimpangan yang banyak kita jumpai didalam aplikasi pengamalan profesi
di lapangan yang jauh dari idealisme pengabdian dan tegak nya kehormatan diri (profesi). Pada awal pertumbuhan
"paham" profesionalisme, para dokter dan guru -- khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup
kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri maupun juru dakhwah agama -- dengan jelas serta tanpa ragu
memproklamirkan diri masuk kedalam golongan kaum profesional. Kaum profesional (dokter, guru dan kemudian diikuti
dengan banyak profesi lainnya) terus berupaya menjejaskan nilai-nilai kebajikan yang mereka junjung tinggi dan
direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan.
Sementara itu pula, kaum profesional secara sadar mencoba menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi
(yang cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi,
mengontrol praktek-praktek pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian/ kepakaran, serta menjaga dipatuhinya
kode etik profesi yang telah disepakati bersama. Etika
Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia
ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, noprma agama dan norma sopan santun. Norma
hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan,norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral
berasal dari suara batin
seorang profesional jelas harus memiliki profesi tertentu yang diperoleh melalui sebuah proses
pendidikan maupun pelatihan yang khusus, dan disamping itu pula ada unsur semangat pengabdian (panggilan profesi)
didalam melaksanakan suatu kegiatan kerja. Hal ini perlu ditekankan benar untuk mem bedakannya dengan kerja biasa
(occupation) yang semata bertujuan untuk mencari nafkah dan atau kekayaan materiil-duniawi Dua pendekatan untuk
mejelaskan pengertian profesi:
1. Pendekatan berdasarkan Definisi
Profesi merupakan kelompok lapangan kerja yang khusus melaksanakan kegiatan yang memerlukan ketrampilan dan
keahlian tinggi guna memenuhi kebutuhan yang rumit dari manusia, di dalamnya pemakaian dengan cara yang benar
akan ketrampilan dan keahlian tinggi, hanya dapat dicapai dengan dimilikinya penguasaan pengetahuan dengan ruang
lingkup yang luas, mencakup sifat manusia, kecenderungan sejarah dan lingkungan hidupnya; serta adanya disiplin
etika yang dikembangkan dan diterapkan oleh kelompok anggota yang menyandang profesi tersebut.
2. Pendekatan
Berdasarkan Ciri
Definisi di atas secara tersirat mensyaratkan pengetahuan formal menunjukkan adanya hubungan antara profesi
dengan dunia pendidikan tinggi. Lembaga pendidikan tinggi ini merupakan lembaga yang mengembangkan dan
meneruskan pengetahuan profesional.
Karena pandangan lain menganggap bahwa hingga sekarang tidak ada definisi yang yang memuaskan tentang profesi
yang diperoleh dari buku maka digunakan pendekatan lain dengan menggunakan ciri profesi. Secara umum ada 3 ciri
yang disetujui oleh banyak penulis sebagai ciri sebuah profesi. Adapun ciri itu ialah:
- Sebuah profesi mensyaratkan pelatihan ekstensif sebelum memasuki sebuah profesi. Pelatihan ini dimulai sesudah
seseorang memperoleh gelar sarjana. Sebagai contoh mereka yang telah lulus sarjana baru mengikuti pendidikan
profesi seperti dokter, dokter gigi, psikologi, apoteker, farmasi, arsitektut untuk Indonesia. Di berbagai negara,
pengacara diwajibkan menempuh ujian profesi sebelum memasuki profesi.
- Pelatihan tersebut meliputi komponen intelektual yang signifikan. Pelatihan tukang batu, tukang cukur, pengrajin
meliputi ketrampilan fisik. Pelatihan akuntan, engineer, dokter meliputi komponen intelektual dan ketrampilan. Walaupun
pada pelatihan dokter atau dokter gigi mencakup ketrampilan fisik tetap saja komponen intelektual yang dominan.
Komponen intelektual merupakan karakteristik profesional yang bertugas utama memberikan nasehat dan bantuan
menyangkut bidang keahliannya yang rata-rata tidak diketahui atau dipahami orang awam. Jadi memberikan konsultasi
bukannya memberikan barang merupakan ciri profesi.
- Tenaga yang terlatih mampu memberikan jasa yang penting kepada masyarakat. Dengan kata lain profesi
berorientasi memberikan jasa untuk kepentingan umum daripada kepentingan sendiri. Dokter, pengacara, guru,
pustakawan, engineer, arsitek memberikan jasa yang penting agar masyarakat dapat berfungsi; hal tersebut tidak dapat
dilakukan oleh seorang pakar permainan caturmisalnya. Bertambahnya jumlah profesi dan profesional pada abad 20
terjadi karena ciri tersebut. Untuk dapat berfungsi maka masyarakat modern yang secara teknologis kompleks
memerlukan aplikasi yang lebih besar akan pengetahuan khusus daripada masyarakat sederhana yang hidup pada
abad-abad lampau. Produksi dan distribusi enersi memerlukan aktivitas oleh banyak engineers. Berjalannya pasar
uang dan modal memerlukan tenaga akuntan, analis sekuritas, pengacara, konsultan bisnis dan keuangan. Singkatnya
profesi memberikan jasa penting yang memerlukan pelatihan intelektual yang ekstensif.
Di samping ketiga syarat itu ciri profesi berikutnya. Ketiga ciri tambahan tersebut tidak berlaku bagi semua profesi.
Adapun ketiga ciri tambahan tersebut ialah:
- Adanya proses lisensi atau sertifikat. Ciri ini lazim pada banyak profesi namun tidak selalu perlu untuk status
profesional. Dokter diwajibkan memiliki sertifikat praktek sebelum diizinkan berpraktek. Namun pemberian lisensi atau
sertifikat tidak selalu menjadikan sebuah pekerjaan menjadi profesi. Untuk mengemudi motor atau mobil semuanya
harus memiliki lisensi, dikenal dengan nama surat izin mengemudi. Namun memiliki SIM tidak berarti menjadikan
pemiliknya seorang pengemudi profesional. Banyak profesi tidak mengharuskan adanya lisensi resmi. Dosen di
perguruan tinggi tidak diwajibkan memiliki lisensi atau akta namun mereka diwajibkan memiliki syarat pendidikan,
misalnya sedikit-dikitnya bergelar magister atau yang lebih tinggi. Banyak akuntan bukanlah Certified Public Accountant
dan ilmuwan komputer tidak memiliki lisensi atau sertifikat.
- Adanya organisasi. Hampir semua profesi memiliki organisasi yang mengklaim mewakili anggotanya. Ada kalanya
organisasi tidak selalu terbuka bagi anggota sebuah profesi dan seringkali ada organisasi tandingan. Organisasi profesi
bertujuan memajukan profesi serta meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Peningkatan kesejahteraan anggotanya
akan berarti organisasi profesi terlibat dalam mengamankan kepentingan ekonomis anggotanya. Sungguhpun demikian
organisasi profesi semacam itu biasanya berbeda dengan serikat kerja yang sepenuhnya mencurahkan perhatiannya
pada kepentingan ekonomi anggotanya. Maka hadirin tidak akan menjumpai organisasi pekerja tekstil atau bengkel
yang berdemo menuntut disain mobil yang lebih aman atau konstruksi pabrik yang terdisain dengan baik.
- Otonomi dalam pekerjaannya. Profesi memiliki otonomi atas penyediaan jasanya. Di berbagai profesi, seseorang
:: erwadi online ::
http://erwadi.polinpdg.ac.id Powered by Joomla! Generated: 28 November, 2006, 03:44
harus memiliki sertifikat yang sah sebelum mulai bekerja. Mencoba bekerja tanpa profesional atau menjadi profesional
bagi diri sendiri dapat menyebabkan ketidakberhasilan. Bila pembaca mencoba menjadi dokter untuk diri sendiri maka
hal tersebut tidak sepenuhnya akan berhasil karena tidak dapat menggunakan dan mengakses obat-obatan dan
teknologi yang paling berguna. Banyak obat hanya dapat diperoleh melalui resep dokter. sepuluh ciri lain suatu profesi
(Nana 1997) :
- Memiliki fungsi dan signifikasi sosial
- Memiliki keahlian/keterampilan tertentu
- Keahlian/keterampilan diperoleh dengan menggunakan teori dan metode ilmiah
- Didasarkan atas disiplin ilmu yang jelas
- Diperoleh dengan pendidikan dalam masa tertentu yang cukup lama
- Aplikasi dan sosialisasi nilai- nilai profesional
- Memiliki kode etik
- Kebebasan untuk memberikan judgement dalam memecahkan masalah dalam lingkup kerjanya
- Memiliki tanggung jawab profesional dan otonomi
- Ada pengakuan dari masyarakat dan imbalan atas layanan profesinya. Tiga Watak Profesional
Lebih lanjut Wignjosoebroto [1999] menjabarkan profesionalisme dalam tiga watak kerja yang merupakan persyaratan
dari setiap kegiatan pemberian "jasa profesi" (dan bukan okupasi) ialah
- bahwa kerja seorang profesional itu beritikad untuk merealisasikan kebajikan demi tegaknya kehormatan profesi yang
digeluti, dan oleh karenanya tidak terlalu mementingkan atau mengharapkan imbalan upah materiil;
- bahwa kerja seorang profesional itu harus dilandasi oleh kemahiran teknis yang berkualitas tinggi yang dicapai
melalui proses pendidikan dan/atau pelatihan yang panjang, ekslusif dan berat;
- bahwa kerja seorang profesional -- diukur dengan kualitas teknis dan kualitas moral -- harus menundukkan diri pada
sebuah mekanisme kontrol berupa kode etik yang dikembangkan dan disepakati bersama didalam sebuah organisasi
profesi. Ketiga watak kerja tersebut mencoba menempatkan kaum profesional (kelompok sosial berkeahlian) untuk
tetap mempertahankan idealisme yang menyatakan bahwa keahlian profesi yang dikuasai bukanlah komoditas yang
hendak diperjual-belikan sekedar untuk memperoleh nafkah, melainkan suatu kebajikan yang hendak diabdikan demi
kesejahteraan umat manusia.
Kalau didalam peng-amal-an profesi yang diberikan ternyata ada semacam imbalan (honorarium) yang diterimakan,
maka hal itu semata hanya sekedar "tanda kehormatan" (honour) demi tegaknya kehormatan profesi, yang jelas akan
berbeda nilainya dengan pemberian upah yang hanya pantas diterimakan bagi para pekerja upahan saja.
Siapakah atau kelompok sosial berkeahlian yang manakah yang bisa diklasifikasikan sebagai kaum profesional yang
seharusnya memiliki kesadaran akan nilai-nilai kehormatan profesi dan statusnya yang sangat elitis itu? Apakah dalam
hal ini profesi keinsinyuran bisa juga diklasifikasikan sebagai bagian dari kelompok ini? Jawaban terhadap kedua
pertanyaan ini bisa mudah-sederhana, tetapi juga bisa sulit untuk dijawab. Terlebih-lebih bila dikaitkan dengan berbagai
macam persoalan, praktek nyata, maupun penyimpangan yang banyak kita jumpai didalam aplikasi pengamalan profesi
di lapangan yang jauh dari idealisme pengabdian dan tegak nya kehormatan diri (profesi). Pada awal pertumbuhan
"paham" profesionalisme, para dokter dan guru -- khususnya mereka yang banyak bergelut dalam ruang lingkup
kegiatan yang lazim dikerjakan oleh kaum padri maupun juru dakhwah agama -- dengan jelas serta tanpa ragu
memproklamirkan diri masuk kedalam golongan kaum profesional. Kaum profesional (dokter, guru dan kemudian diikuti
dengan banyak profesi lainnya) terus berupaya menjejaskan nilai-nilai kebajikan yang mereka junjung tinggi dan
direalisasikan melalui keahlian serta kepakaran yang dikembangkan dengan berdasarkan wawasan keunggulan.
Sementara itu pula, kaum profesional secara sadar mencoba menghimpun dirinya dalam sebuah organisasi profesi
(yang cenderung dirancang secara eksklusif) yang memiliki visi dan misi untuk menjaga tegaknya kehormatan profesi,
mengontrol praktek-praktek pengamalan dan pengembangan kualitas keahlian/ kepakaran, serta menjaga dipatuhinya
kode etik profesi yang telah disepakati bersama. Etika
Etika disebut juga filsafat moral adalah cabang filsafat yang berbicara tentang praxis (tindakan) manusia. Etika tidak
mempersoalkan keadaan manusia, melainkan mempersoalkan bagaimana manusia harus bertindak. Tindakan manusia
ini ditentukan oleh bermacam-macam norma.
Norma ini masih dibagi lagi menjadi norma hukum, norma moral, noprma agama dan norma sopan santun. Norma
hukum berasal dari hukum dan perundang-undangan,norma agama berasal dari agama sedangkan norma moral
berasal dari suara batin
Minggu, 24 Oktober 2010
Etika bisnis
Etika secara harfiah bermakna pengetahuan tentang azas-azas akhlak atau moral. Etika secara terminologi kemudian berkembang menjadi suatu konsep yang menjelaskan tentang batasan baik atau buruk, benar atau salah, dan bisa atau tidak bisa, akan suatu hal untuk dilakukan dalam suatu pekerjaan tertentu. Etika dapat diartikan sebagai ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu kebiasaan sedangkan etika merupakan ilmu yang menyelidiki tingkah laku moral dimana dalam penyelidikan tersebut dilakukan dengan tiga pendekatan yaitu:
Deskriftif
etika normative
metaetika
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan budaya transparansi antara lain:
1. Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat.
2. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.
3. Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.
4. Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku organisasi
Deskriftif
etika normative
metaetika
Etika bisnis adalah standar-standar nilai yang menjadi pedoman atau acuan manajer dan segenap karyawan dalam pengambilan keputusan dan mengoperasikan bisnis yang etik. Paradigma etika dan bisnis adalah dunia yang berbeda sudah saatnya dirubah menjadi paradigma etika terkait dengan bisnis atau mensinergikan antara etika dengan laba. Justru di era kompetisi yang ketat ini, reputasi perusahaan yang baik yang dilandasi oleh etika bisnis merupakan sebuah competitive advantage yang sulit ditiru. Oleh karena itu, perilaku etik penting diperlukan untuk mencapai sukses jangka panjang dalam sebuah bisnis.
Etika bisnis tidak akan dilanggar jika ada aturan dan sangsi. Kalau semua tingkah laku salah dibiarkan, lama kelamaan akan menjadi kebiasaan. Repotnya, norma yang salah ini akan menjadi budaya. Oleh karena itu bila ada yang melanggar aturan diberikan sangsi untuk memberi pelajaran kepada yang bersangkutan.
Upaya yang dapat dilakukan oleh perusahaan untuk menegakkan budaya transparansi antara lain:
1. Penegakkan budaya berani bertanggung jawab atas segala tingkah lakunya. Individu yang mempunyai kesalahan jangan bersembunyi di balik institusi. Untuk menyatakan kebenaran kadang dianggap melawan arus, tetapi sekarang harus ada keberanian baru untuk menyatakan pendapat.
2. Ukuran-ukuran yang dipakai untuk mengukur kinerja jelas. Bukan berdasarkan kedekatan dengan atasan, melainkan kinerja.
3. Pengelolaan sumber daya manusia harus baik.
4. Visi dan misi perusahaan jelas yang mencerminkan tingkah laku organisasi
Kamis, 30 September 2010
iklan yang tak beretika
Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI) menilai, iklan operator telekomunikasi kebablasan. Anggota BRTI, Heru Sutadi, melalui pesan singkat per telepon seluler/ponsel (SMS) di Jakarta, mangatakan iklan layanan telekomunikasi yang ditawarkan penyelenggara telekomunikasi di media cetak, elektronik dan media luar ruang dinilai tidak memberikan informasi yang lengkap sehingga terjadi misinterpretasi di kalangan konsumen, melampaui batas etika dan tidak memberikan nilai pendidikan bagi masyarakat. Iklan tersebut melanggar ketentuan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen, antara lain pada pasal 10 bahwa pelaku usaha dalam menawarkan barang dan atau jasa dilarang menawarkan, mempromosikan, mengiklankan atau membuat pernyataan tidak benar atau menyesatkan mengenai harga atau tarif, tawaran potongan harga. Ia menilai, iklan tersebut juga melanggar UU No. 8/1999 pasal 17a yaitu pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, harga barang dan atau tarif, memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa. Selain itu, iklan semacam tersebut melanggar UU No. 8/1999 pasal 17f pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Oleh karena itu, BRTI menginstruksikan, agar para penyelenggara telekomunikasi dalam penyelenggaraan telekomunikasi selain memenuhi ketentuan Undang-Undang Telekomunikasi, juga wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang terkait. BRTI juga meminta, agar operator dalam beriklan memperhatikan aturan dan ketentuan berlaku mengenai kewajiban untuk memberikan informasi yang benar dan tepat mengenai harga atau tarif, kondisi dan tawaran potongan harga dari barang dan/atau jasa yang ditawarkan. BRTI juga menginstruksikan, operator dalam beriklan wajib memperhatikan asas manfaat bahwa pembangunan telekomunikasi harus berdaya guna dan berhasil guna sebagai komoditas ekonomi yang dapat Iebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat lahir batin, sebagai sarana pendidikan serta ikut serta dalam proses membangun karakter bangsa. Mengenai iklan ini, BRTI juga telah melakukan diskusi dengan pemangku kepentingan industri telekomunikasi yang dihadiri perwakilan dari Masyarakat Telematika (Mastel), Yayasan Lembaga Konsumen, Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) dan Indonesian Telecommunication User Group (IDTUG) yang disimpulkan bahwa iklan telekomunikasi sudah kebablasan. Sebelumnya, Direktur Jenderal Pos dan Telekomunikasi di Departemen Komunikasi dan Informatika (Dirjen Postel Depkominfo) yang juga Ketua BRTI, Basuki Yusuf Iskandar, mengritik iklan operator telekomunikasi yang tidak lengkap memberikan informasi kepada masyarakat. “Informasi yang disampaikan operator membingungkan sehingga BRTI akan mengambil langkah yang diperlukan agar mendorong operator memberikan informasi yang lengkap dan tidak distortif,” kata Basuki pada sambutan penyerahan Golden Ring Award untuk dunia industri telekomunikasi (26/3). Basuki mengharapkan, agar para operator telekomunikasi membangun etika di antara komunitas operator seluler. Sedangkan, Presiden Direktur PT Excelcomindo Pratama, Hasnul Suhaimi, mengatakan bahwa pihaknya bersedia dan berbesar hati untuk merevisi iklan XL mereka yang dinilai merendahkan martabat manusia. “Kami bersedia untuk merevisi iklan, kami juga akan bertemu dengan BRTI, tapi saat ini kami belum bertemu dengan mereka,” kata Hasnul usai RUPS XL pada Jumat
SMS Penawaran NSP Tak Beretika
Langganan:
Postingan (Atom)